RUMAH TANGGA YANG IDEAL
OlehAl-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
OlehAl-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Menurut ajaran Islam, rumah tangga yang ideal adalah rumah tangga yang diliputi sakinah (ketentraman jiwa), mawaddah (rasa cinta) dan rahmah (kasihsayang).
Allah Ta'ala berfirman."Artinya : Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung danmerasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda(kebesaran Allah) bagi kaum yang berfikir." [Ar-Ruum : 21]
Dalam rumah tangga yang Islami, seorang suami atau isteri harus saling memahami kekurangan dan kelebihannya, serta harus tahu pula hak dan kewajiban serta memahami tugas dan fungsinya masing-masing, serta melaksanakan tugasnya itu dengan penuh tanggung jawab, ikhlas serta mengharapkan ganjaran dan redha dari Allah Ta'ala. Sehingga, upaya untuk mewujudkan pernikahan dan rumah tangga yang mendapat keridhaan Allah 'Azza wa Jalla dapat menjadi kenyataan.
Akan tetapi,mengingat kondisi manusia yang tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan, sementara ujian dan cubaan selalu mengiringi kehidupan manusia,maka tidak jarang pasangan yang sedianya hidup tenang, tenteram dan bahagia mendadak dilanda "kemelut" perselisihan dan pergaduhan.Apabila terjadi perselisihan dalam rumah tangga, maka harus ada upaya ishlah(mendamaikan) .
Yang harus dilakukan pertama kali oleh suami dan isteri adalah lebih dahulu saling muhasabah, menyedari kesalahan masing-masing,dan saling memaafkan, serta memohon kepada Allah agar disatukan hati,d imudahkan urusan dalam ketaatan kepadaNya, dan diberikan kedamaian dalam rumah tangganya. Jika cara tersebut gagal, maka harus ada juru damai dari pihak keluarga suami maupun isteri untuk mendamaikan keduanya. Mudah-mudahan Allah memberikan taufiq kepada pasangan suami isteri tersebut.
Apabila sudah diupayakan untuk damai sebagaimana yang disebutkan dalam Al-Qur'an, surat An-Nisaa' ayat 34-35, tetapi masih juga gagal, maka Islam memberikan jalan terakhir, yaitu "perceraian" .Syaikh Musthafa Al-'Adawi berkata, "Apabila masalah antara suami isteri semakin panas (saling tidak sefahaman), hendaklah keduanya saling memperbaiki urusan keduanya,berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk, dan meredam perselisihan antara keduanya, serta mengunci rapat-rapat setiap pintu perselisihan dan jangan menceritakannya kepada orang lain.Apabila suami marah sementara isteri ikut sama marah, hendaklah keduanya berlindung kepada Allah, berwudhu' dan shalat dua raka'at.
Apabila keduanya sedang berdiri, hendaklah duduk; apabila keduanya sedang duduk, hendaklahberbaring, atau hendaklah salah seorang dari keduanya mencium, merangkul,dan menyatakan alasan kepada yang lainnya. Apabila salah seorang berbuat salah, hendaknya yang lainnya segera memaafkannya karena mengharapkan wajah Allah semata."
[1]Di tempat lain beliau berkata, "Sedangkan berdamai adalah lebih baik,sebagaimana yang difirmankan oleh Allah Ta'ala. Berdamai lebih baik bagi keduanya daripada berpisah dan bercerai. Berdamai lebih baik bagi anakdaripada mereka terbengkalai (tidak terurus). Berdamai lebih baik daripada bercerai.
Perceraian adalah rayuan iblis dan termasuk perbuatan Harut dan Marut. Allah Ta'ala berfirman."Artinya : "Maka mereka mempelajari dari keduanya (Harut dan Marut) apa yang(dapat) memisahkan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka tidak dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah."[Al-Baqarah : 102]
Di dalam Shahiih Muslim dari Shahabat Jabir bin 'Abdillah Radhiyallaahu'anhuma, ia berkata, "Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,'Sesungguhnya iblis meletakkan singgasananya di atas lautan. Kemudian ia mengirimkan balatentaranya. Tentara yang paling dekat kedudukannya dengan iblis adalah yang menimbulkan fitnah paling besar kepada manusia. Seorang dari mereka datang dan berkata, 'Aku telah lakukan ini dan itu.' Iblis menjawab, 'Engkau belum melakukan apa-apa.''
Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam melanjutkan, 'Lalu datanglah seorang dari mereka dan berkata,'Tidaklah aku meninggalkannya sehingga aku telah berhasil memisahkan ia(suami) dan isterinya.'' Beliau melanjutkan, 'Lalu iblis mendekatkanke dudukannya. Iblis berkata, 'Sebaik-baik pekerjaan adalah yang telah engkau lakukan."
[2]Ini menunjukkan bahwa perceraian adalah perbuatan yang dicintai syaitan.
Apabila dikhawatirkan terjadinya perpecahan antara suami isteri, hendaklah hakim atau pemimpin mengirim dua orang juru damai. Satu dari pihak suami dan satu lagi dari pihak isteri untuk mengadakan perdamaian antara keduanya. Apabila keduanya damai, maka alhamdulillaah.
Namun apabila permasalahan terus berlanjut antara keduanya kepada jalan yang telah digariskan dan keduanya tidak mampu menegakkan batasan-batasan Allah di antara keduanya.Yaitu isteri tak lagi mampu menunaikan hak suami yang disyari'atkan dan suami tidak mampu menunaikan hak isterinya, serta batas-batas Allah menjadi terabaikan di antara keduanya dan keduanya tidak mampu menegakkan ketaatan kepada Allah, maka ketika itu urusannya seperti yang Allah firmankan:"Artinya : Dan jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas (karunia-Nya) ,Mahabijaksana. " [An-Nisaa' : 130]
[3]Allah Ta'ala berfirman:"Artinya : Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain(perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shalih adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz.
[4], hendaklah kamu beri nasihat kepada mereka, tinggalkanlah merekadi tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusah-kannya. Sungguh, Allah Mahatinggi, Mahabesar. Dan jika kamukhawatir terjadi persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang jurudamai dari keluarga laki-laki dan seorang juru damai dari keluarga perempuan. Jika keduanya (juru damai itu) bermaksud mengadakan perbaikan,niscaya Allah memberi taufik kepada suami isteri itu. Sungguh, Allah MahaMengetahui, Mahateliti." [An-Nisaa' : 34-35]
Pada hakikatnya, perceraian dibolehkan menurut syari'at Islam, dan ini merupakan hak suami. Hukum thalaq (cerai) dalam syari'at Islam adalah dibolehkan.Adapun hadits yang mengatakan bahwa "perkara halal yang dibenci Allah adalah thalaq (cerai)," yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2178),Ibnu Majah (no. 2018) dan al-Hakim (II/196) adalah hadits lemah.
Hadits ini dilemahkan oleh Ibnu Abi Hatim rahimahullaah dalam kitabnya, al-'Ilal,dilemahkan juga oleh Syaikh Al-Albani rahimahullaah dalam Irwaa-ul Ghaliil(no. 2040).Meskipun thalaq (cerai) dibolehkan dalam ajaran Islam, akan tetapi seorangsuami tidak boleh terlalu memudahkan masalah ini.
Ketika seorang suami akan menjatuhkan thalaq (cerai), ia harus berfikir tentang masaalah (kebaikan) dan mafsadah (kerusakan) yang mungkin timbul akibat perceraian agar jangan sampai membawa kepada penyesalan yang panjang. Ia harus berfikir tentangdirinya, isterinya dan anak-anaknya, serta tanggung jawabnya di hadapanAllah 'Azza wa Jalla pada hari Kiamat.
Kemudian bagi isteri, bagaimana pun kemarahannya kepada suami, hendaknya iatetap sabar dan janganlah sekali-kali ia menuntut cerai kepada suaminya.Terkadang ada isteri meminta cerai disebabkan masalah kecil atau karena suaminya menikah lagi (berpoligami) atau menyuruh suaminya menceraikan madunya. Hal ini tidak dibenarkan dalam agama Islam. Jika si isteri masihterus menuntut cerai, maka haram atasnya aroma Surga, berdasarkan sabda Nabishallallaahu 'alaihi wa sallam:"Artinya : Siapa saja wanita yang menuntut cerai kepada suaminya tanpa ada alasan yang benar, maka haram atasnya aroma Surga."
[5]Abu Hurairah Radhiyallaahu 'anhu berkata,"Artinya : Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam melarang: ... danjanganlah seorang isteri meminta (suaminya) untuk menceraikan saudara(madu)nya agar memperoleh nafkahnya."
[6]Marilah kita berupaya untuk melaksanakan pernikahan secara Islam dan membina rumah tangga yang Islam, serta berusaha meninggalkan aturan, tatacara, upacara dan adat istiadat yang bertentangan dengan Islam. AjaranIslam-lah satu-satunya ajaran yang benar dan diridhai oleh Allah 'Azza waJalla sebagaimana Allah 'Azza wa Jalla berfirman:"Artinya : Sesungguhnya agama di sisi Allah hanyalah Islam." [Ali 'Imran :19]"...
Wahai Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagiorang-orang yang bertaqwa." [Al-Furqaan : 74]
Setiap keluarga selalu mendambakan terwujudnya rumah tangga yang bahagia,diliputi sakinah, mawaddah dan rahmah. Oleh karena itu, setiap suami danisteri wajib menunaikan hak dan kewajibannya sesuai dengan syari'at Islamdan bergaul dengan cara yang baik
[Disalin dari buku Bingkisan Istimewa Menuju Keluarga Sakinah, Penulis Yazidbin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Putaka A-Taqwa Bogor - Jawa Barat, Cet Ke IIDzul Qa'dah 1427H/Desember 2006]Foote Note
[1]. Fiqhut Ta'amul bainaz Zaijaini (hal. 37).
[2]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 2813 (67)).
[3]. Dinukil dari Fiqh Ta'amul bainaz Zaujaini (hal. 87-92) secara ringkas.
[4]. Nusyuz yaitu meninggalkan kewajibannya selaku isteri, sepertimeninggalkan rumah tanpa seizin suaminya.
[5]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2226), at-Tir-midzi(no. 1187), Ibnu Majah (no. 2055), ad-Darimi (II/162), Ibnul Jarud (no.748), Ibnu Hibban (no. 1320), ath-Thabari dalam Tafsiir-nya (no. 4843-4844),al-Hakim (II/200), al-Baihaqi (VII/316), dari Tsauban radhiyallaahu 'anhu.
[6]. Hadits shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 2140), Muslim (no.1515 (12)) dan an-Nasa-i (VII/258).
__._,_.___
__._,_.___
Ulasan
Catat Ulasan